Aceh adalah
salah satu propinsi yang ada di pulau sumatera , tepatnya diujung barat daya ,
Aceh terkenal setelah terjadinya Gempa dan tsunami terbesar yang menyebabkan
200 ribu orang meninggal , yang terjadi pada 26 Desember 2004.
Aceh yang
mula-mula bernama Aceh Darussalam (1511-1959) selanjutnya pernah disebut dengan
nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009)
dan menjadi provinsi Aceh (2009-sekarang)adalah provinsi paling barat di
Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan
kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.[12] Daerah ini
berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah
barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara
dan selatan.
Ibu kota
Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue,
Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk
dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai
musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh
Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh
mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam
itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber
hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh
Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman
nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh
Tenggara.
Masih
terjadi silang pendapat terkait persoalan dari sejak kapan Islam pertama sekali
disebarkan ke Aceh. Sebagian berpandangan sudah dimulai dari sejak masa
kekhalifahan Utsman bin Affan[13] sebagai khalifah setelah kerasulan Muhammad
SAW.
Terkait
Islam yang datang ke Aceh, Snouck Hurgronje dengan teori Gujaratnya menyebut
Islam yang datang ke sana bukanlah Islam yang dibawa Muhammad, tetapi Islam
yang sudah berkembang matang. Bukan Islam dari al Quran dan Hadits, melainkan
Islam dengan kitab-kitab Fiqh dan dogmanya dari 3 abad kemudian[14].
Sebagian
lagi, ada yang berpandangan bahwa Islam yang datang ke Aceh justru sudah
dimulai dari sejak tahun pertama Hijriyah (618 M). Satu pandangan yang menurut
penulis buku Tasawuf Aceh merupakan pandangan tidak masuk akal. Alasan yang
dikemukakannya adalah pada masa tersebut; ada kevakuman antara wahyu pertama
(610 M) dengan wahyu kedua kepada Muhammad selama 2,5 tahun. Ditambah dengan
masa berdakwah secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan Muhammad selama 3 tahun.
Dengan demikian baru pada tahun ke-7 masa kenabiannya baru dimulai dakwah
secara terang-terangan[15].
Tetapi
sedikitnya persoalan demikian bisa ditelusuri dari keberadaan kerajaan pertama
bercorak Islam di Aceh, Kerajaan Perlak yang didirikan pada 1 Muharram 225
Hijriyyah[16].
Kesultanan
Aceh
Wilayah
Kesultanan Aceh di masa jayanya
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Kesultanan Aceh
Kesultanan
Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad
ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota
Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh
telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama
karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer,
komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang
teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan,
hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Aceh
Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam
(Sulthan Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut
seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman
tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak.
Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat
pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.
Kesultanan
Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16,
pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris)
dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di
Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun
1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan
wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh
adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania
membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis
dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Perang Aceh
Mayor
Jenderal J.H.R. Kohler tewas ditembak di bawah pohon kelumpang di depan Masjid
Raya Baiturrahman dalam Perang Aceh I
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Perang Aceh
Perang Aceh
dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873,
dimulai dari kedatangan Jenderal J.H.R Kohler dengan jumlah pasukan sebanyak
3.198, termasuk 168 perwira KNIL[17].
Setelah
melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah
yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan
pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut
Aceh. Bahkan, pada hari pertama perang berlangsung, 1 unit kapal perang
Belanda, Citadel van Antwerpen harus mengalami 12 tembakan meriam dari pasukan
Aceh[18].
Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari
Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak
pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka
diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil.
Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur
Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M.
Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua
istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda.
Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah
sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh
Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang
masuk dan menggantikan peran belanda.
Perang Aceh
adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah
penjajahan Nusantara.
Masa
penjajahan
Bangkitnya
nasionalisme
Replika
pesawat Dakota RI-001 Seulawah sumbangan rakyat Aceh di Lapangan Blang Padang,
Banda Aceh
Sementara
pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan
wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan
nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis
Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai
wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh
gubernur Sumatra pertama, Mr. Teuku Muhammad Hasan).
Saat Jepang
mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh
pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha
mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940. Setelah beberapa
rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer
Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut
oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh
membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.
Awalnya
Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan
menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat
pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan
Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh
khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat
Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah
matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan
akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di
seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang
dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat
Lhokseumawe.
Masa
Republik Indonesia
Teungku
Muhammad Daud Beureu'eh, ulama pemimpin perjuangan DI/TII Aceh
Sejak tahun
1976, organisasi pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusaha
untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus
2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai
sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama
hampir 30 tahun.
Pada 26
Desember 2004, sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yang melanda
sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan
kematian ratusan ribu jiwa.
Di samping
itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian
barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk
provinsi-provinsi baru.
Darul Islam
/ Tentara Islam Indonesia
Aceh yang
semula bergabung dengan Indonesia dengan jaminan Soekarno akan menerapkan
syariat Islam, merasa kecewa karena syariat Islam tidak dijadikan sebagai
landasan negara. Sehingga pada tanggal 13 Muharram 1372 H/21 September 1953 M,
Teungku Muhammad Daud Beureu'eh atas nama rakyat Aceh mengumumkan bergabung
dengan Negara Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosoewirjo.[19]
Gerakan Aceh
Merdeka
Panglima
GAM, Abdullah Syafi'i bersama laskar Inong Balee
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Gerakan Aceh Merdeka
Pasca Gempa
dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan
Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani
di Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Martti
Ahtisaari.
Kependudukan
Suku bangsa
Provinsi
Aceh memiliki 13 suku asli, yaitu: Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas,
Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.
Hasil sensus
penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%), Jawa
(15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak
(2,26%), Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%)[20]
Bahasa
Rambu
evakuasi tsunami dalam 2 bahasa, bahasa Aceh dan bahasa Indonesia
Provinsi
Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee,
Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan
Nias.
Agama
Masjid Raya
Baiturrahman
Sebagian
besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di
Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.
Agama lain
yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh
pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka.
Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.
Selain itu
provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain,
karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar
warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Meski dari kalangan
intelektual Aceh sendiri, masih terdapat perdebatan soal apakah yang
diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat, atau itu cuma karena alasan
politis saja?[21] Alasan yang juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret
ketika itu berkenaan dengan politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa
tidaknya hukum Islam diproduksi pasca kenabian,selain persoalan dualisme aliran
dalam Islam, dua aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.[22]
Pendidikan
Gedung pusat
administrasi Unsyiah
Tugu
Darussalam yang menandakan pendirian Kopelma Darussalam
Dalam hal
pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari
D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian
antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat
dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang
berkepanjangan dan penganaktirian dari RI, dengan sekian ribu sekolah dan
institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada Ujian Akhir Nasional 2005 ada
ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.
Aceh juga
memiliki sejumlah perguruan tinggi yaitu:
Negeri
Universitas Syiah Kuala
IAIN Ar-Raniry
Universitas Malikussaleh
Politeknik Negeri Lhokseumawe
Politeknik Aceh
STAIN Malikussaleh
STAIN Zawiyah Cot Kala
Swasta
Universitas Abulyatama
Universitas Muhammadiyah Aceh
Universitas Iskandar Muda
Universitas Serambi Mekkah
Universitas Jabal Ghafur
Pemerintahan
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Pemerintahan Aceh dan Daftar gubernur Aceh
Sistem
pemerintahan yang berlaku di Aceh saat ini ada 2, yaitu Sistem Pemerintahan
Lokal Aceh dan Sistem Pemerintahan Indonesia. Berdasarkan penjenjangan,
perbedaan yang tampak adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara kecamatan dan
gampong.
Sistem
Pemerintahan Indonesia
Kabupaten
dan Kota di Aceh
Sejak tahun
1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai
5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:
No. Kabupaten/Kota Pusat pemerintahan Kecamatan
Desa (atau sederajat)
1 Kabupaten Aceh Barat Meulaboh 12 321
2 Kabupaten Aceh Barat Daya Blangpidie 9 132
3 Kabupaten Aceh Besar Kota Jantho 23 592
4 Kabupaten Aceh Jaya Calang 6
172
5 Kabupaten Aceh Selatan Tapak Tuan 16
369
6 Kabupaten Aceh Singkil Singkil 10
127
7 Kabupaten Aceh Tamiang Karang Baru 12
128
8 Kabupaten Aceh Tengah Takengon 14
268
9 Kabupaten Aceh Tenggara Kutacane 11
164
10 Kabupaten Aceh Timur Idi Rayeuk 21 580
11 Kabupaten Aceh Utara Lhoksukon 27 1.160
12 Kabupaten Bener Meriah Simpang Tiga Redelong 7 232
13 Kabupaten Bireuen Bireuen 17 514
14 Kabupaten Gayo Lues Blang Kejeren 11
97
15 Kabupaten Nagan Raya Suka Makmue 5 213
16 Kabupaten Pidie Sigli 22 946
17 Kabupaten Pidie Jaya Meureudu 8 215
18 Kabupaten Simeulue Sinabang 8 135
19 Kota Banda Aceh - 9 80
20 Kota Langsa - 5 52
21 Kota Lhokseumawe - 4 67
22 Kota Sabang - 2 18
23 Kota Subulussalam - 5 74
Jumlah 264 6.656
Perwakilan
Meuligoe,
tempat kediaman gubernur Aceh
Berdasarkan
Pemilihan Umum Legislatif 2009, Provinsi Aceh mengirimkan 13 anggota DPR,
dengan perincian: Partai Demokrat tujuh orang, PKS dan Partai Golkar
masing-masing dua orang, dan PAN serta PPP masing-masing satu orang.[23] Selain
itu, empat anggota DPD yang berasal dari Aceh adalah Tgk. Abdurrahman BTM.,
H.T. Bachrum Manyak, Dr. Ahmad F. Hamid, M.S., dan Ir. H.T. A. Khalid, M.M.[24]
Pada tingkat
provinsi, DPRA dengan 69 kursi tersedia dikuasai oleh Partai Aceh (33
kursi)[23].
Partai Kursi %
Partai Aceh 33 47,8
Partai
Demokrat 10 14,5
Partai
Golkar 8 11,6
PAN 5 7,3
PKS 4 5,8
PPP 3 4,4
Partai
Daulat Aceh 1 1,5
PDI-P 1 1,5
PKPI 1 1,5
PBB 1 1,5
PKB 1 1,5
Partai
Patriot 1 1,5
Total 69 100,0
Sistem
Pemerintahan Lokal Aceh
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
Sistem
pemerintahan lokal Aceh terdiri dari gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan
keurajeun.
Sumber daya
alam
Minyak bumi
Gas alam
Emas
Hutan
Kayu
Kopi
Ikan
Rempah-rempah
Kakao
Pinang
Perekonomian
Pra-tsunami
2004
Sebelum
bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi
lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB)
senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005).
Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara
perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan
dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudera
Hindia maupun Selat Malaka.
Industri
perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di
sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya.
Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun
demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil.
Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu
melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan
beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.
Menurut
Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap
pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse
seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan
lain-lain.
Infrastruktur
penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh,
10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah
tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat
36.600 hektar tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki
petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di Aceh Utara, Pidie,
Bireuen dan Aceh Timur.
Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan
latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan
(Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal
latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total
aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
Pasca-tsunami
2004
Kerusakan
akibat tsunami di Banda Aceh
Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu
hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%)
perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38
unit TPI rusak berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat.
Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp
944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak
langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan
tambak.
Kerusakan
tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah
dampak tsunaminya (misalnya di Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang
tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466
milyar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian
ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan
(tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya
sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan
tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
Kapal PLTD
Apung yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat
Diperkirakan
produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan
diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan
tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena
banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu
atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin
terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami
diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
Perbankan
Aceh
terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang
dibuka di Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank
Indonesia yang terdiri dari bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan.
Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran
dan perbankan.
Di bidang
sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang
perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan
menguntungkan.
Industri
Aceh
memiliki sejumlah industri besar di antaranya
PT
Arun: Kilang Pencairan Gas Alam di Lhokseumawe
PT PIM: Pabrik Pupuk Iskandar Muda di
Lhokseumawe
PT AAF: Pabrik Pupuk Asean di Lhokseumawe
PT KKA: Pabrik Kertas di Lhokseumawe
PT SAI-Lafarge: Semen Andalas di Aceh Besar
ExxonMobil: Kilang Gas Alam di Lhokseumawe
Pertambangan
Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang
Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah
Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh
Barat,
Batu gamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar;
di Tapaktuan
Pariwisata
Masjid Raya Baiturrahman
Museum Aceh
Taman Putroe Phang
Kuburan Kerkhoff
Danau Laut Tawar
Danau Aneuk Laot
Pantai Lhok Nga
Museum Tsunami Aceh
Guha Tujoh di Laweueng
Seni dan
Budaya
!Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Budaya Aceh
Rencong Aceh
Rumoh Aceh,
rumah adat Aceh di Museum Aceh
Aceh
merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah
Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian,
dan budaya lainnya seperti:
Didong (seni pertunjukan dari masyarakat
Gayo)
Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di
wilayah Aceh Barat)
Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi
Melayu)
Sastra
Bustanussalatin
Hikayat Prang Sabi
Hikayat Malem Diwa
Legenda Amat Rhah manyang
Legenda Putroe Neng
Legenda Magasang dan Magaseueng
Senjata
tradisional
Rencong
adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat
lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk
dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).
Selain
rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti Sikin
Panjang, Perisai Awe, Perisai Teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.
Rumah
Tradisional
Rumah
tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah
panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari
rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi
tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya
yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
Tarian
Tari Seudati
di Sama Langa tahun 1907
Tari Saman
dari Gayo Lues
Provinsi
Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian
yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal
di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh,
seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.
Tarian Suku
Aceh
Tari Laweut
Tari Likok Pulo
Tari Pho
Tari Ranup Lampuan
Tari Rapai Geleng
Tari Rateb Meuseukat
Tari Ratoh Duek
Tari Seudati
Tari Tarek Pukat
Tarian Suku
Gayo
Tari Saman
Tari Bines
Tari Didong
Tari Guel
Tari Munalu
Tari Turun Ku Aih Aunen
Tarian Suku
Alas
Tari Mesekat
Tarian Suku
Melayu Tamiang
Tari Ula-ula Lembing
Makanan Khas
Mi Aceh
tumis dengan daging
Aceh
mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari
kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu
emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang
dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu
manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh. Di Pidie
Jaya terkenal dengan kue khas Meureudu yaitu adee. Di Aceh Utara lazim kita
temukan kuliner khas lainnya yaitu martabak durian yang lezat. Kuliner Bireun
yang paling terkenal adalah sate matang, yaitu sejenis masakan sate daging sapi
atau kambing yang berasal dari kota Matang Geuleumpang Dua. Sementara kuliner
khas Aceh yang sering ditemukan dijual diluar Provinsi Aceh adalah mie Aceh,
sejenis mie kuning basah yang diracik dengan bumbu khas nan pedas.
Pahlawan
Cut Nyak
Dien ketika ditangkap Belanda
Bangsa Aceh
merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan
perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik
pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas
dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkhoff yang pernah mencatat rekor sebagai
kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda).
Pahlawan
Perempuan
Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Meutia
Laksamana Malahayati
Pocut Baren
Teungku Fakinah
Pahlawan
Pria
Sultan Iskandar Muda
Teungku Chik Di Tiro
Teuku Umar
Panglima Polem
Teuku Nyak Arif
Mr. Teuku Muhammad Hasan[25]
Tokoh asal
Aceh
Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang
bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.
Hamzah Fansuri
Nuruddin ar-Raniri
Syiah Kuala
Syamsuddin al-Sumatrani
Tun Sri Lanang
Teungku Chik Pante Kulu
Ismail al-Asyi
Mohamad Kasim Arifin
Teungku Hasan Muhammad di Tiro
P. Ramlee
Teungku Ahmad Dewi
Teungku Daud Beureu'eh
No comments:
Post a Comment